KELING - Jika kita mengadakan perjalanan dari Jepara menuju ke Pati
melewati Bangsri kita akan menemukanan jajaran ribuan pohon karet yang
dikenal dengan hutan karet Balong. Perkebunan karet ini menurut
informasi keberadaannya sudah puluhan tahun , bahkan ada yang mengatakan
sudah ratusan tahun. Di jaman penjajahan Belanda dulu perkebunan karet
ini sudah ada dan merupakan tempat untuk mengeruk kekayaan hasil bumi
kita untuk dibawa ke negeri Belanda.
Setelah Belanda takluk maka penguasaan hutan karet tersebut beralih
ke Jepang ,begitu pula Jepang merekapun membawa hasil karet kita untuk
diolah disana . setelah negara kita merdeka barulah perkebunan karet
itu dikuasai oleh negara kita yang kemudian di kenal sebagai PTP
Nusantara IX (Persero) Kebun Balong . Ribuan pohon karet itu setiap
harinya menjadi sandaran hidup ratusan warga sekitarnya yang bekerja
sebagai pemanen dan juga penderes getah karet ini.
” Saya bekerja di perkebunan karet sebagai tenaga harian lepas sudah
20 tahun lebih sebagai penderes pohon karet dan juga pemanen. Setiap
hari kami berangkat pagi-pagi sekitar pukul 3 dan nanti pulangnya
menjelang dhuhur atau jam 12 siang ”, ujar Yanto (50) warga desa
Kaligarang pada kabarseputarmuria yang melihat dari dekat cara menderes
pohon karet.
Yanto mengatakan , pekerjaan ini sudah ditekuni sejak ia masih
bujangan dan merupakan pekerjaan turunan dari orang tuanya yang juga
buruh penderes karet jaman Belanda dan Jepang dulu. Oleh karena itu
ketika masih kecil ia sering diajak oleh orangtuanya untuk menderes dan
memanen getah karet. Dari kebiasaan itulah ketika orang tuanya meninggal
iapun melamar pekerjaan sebagai buruh penderes karet yang kemudian
diterima sampai sekarang pekerjaan itu ditekuni untuk menghidupi
keluarganya.
” Setiap tanggal 5 saya mengambil upah di kantor setiap bulannya
dapat Rp 900 ribu , setiap hari kami di beri upah Rp 30 ribu . Ya
Lumayan habis kerja di perkebunan karet masih bisa kerja lain di kebun
”, aku Pak Yanto .
Selain dia istrinya juga mempunyai profesi yang sama , namun istrinya
mendapat tugas sebagai pengambil getah karet dalam wadah mangkok kecil
yang menempel di pohon karet. Dengan membawa ember khusus tempat getah
karet dia mengambil getah karet dari pohon satu ke pohon lainnya . Oleh
karena itu setiap hari ia bisa berangkat dari rumah bersama dengan
istrinya , namun setelah sampai diperkebunan mereka berpisah karena
bekerja di blok lainnya.
” Berangkat dari rumah bersama , sampai di kebun berpisah karena
tugasnya sendiri-sendiri tapi pulangnya bisa bersama lagi karena kumpul
di kantor untuk mengumpulkan hasil karet ”, ungkap pak Yanto.
Meski harus berangkat pagi-pagi namun Pak Yanto mengaku senang
bekerja sebagai penderes karet di Perkebunan Karet Balong ini . Selain
tidak jauh dari rumahnya pekerjaan ini juga bisa dijalani dengan
istrinya , sehingga setiap hari bisa berangkat dan pulang bersama. Hasil
setiap bulannya cukup lumayan jika di gabung dengan istrinya upah yang
diterima menjadi Rp 1,8 juta . Selain itu sehabis bekerja di perkebunan
karet ini ia bisa mendapatkan penghasilan lain dari menggarap kebun dan
bekerja di temopat orang lain.
” Ya kami bersyukur bisa kerja seperti ini , meski agak berat kami
jalani setiap hari dengan senang hati , selain saya masih ada ratusan
orang yang bekerja di perkebunan karet ini ”, kata pak Yanto menutup
sua. (Muin)
Sumber dan Foto : kabarseputarmuria.lokal.detik.com